Tidak ada sejarah yang bisa kita ubah akhirnya. Tidak ada perebutan kekuasaan tanpa peperangan. Dan tidak ada perang tanpa penderitaan serta pertumpahan darah, karena darah adalah harga yang harus dibayar untuk sebuah revolusi.
Trilogi The Poppy War karya R.F. Kuang adalah salah satu novel debut yang luar biasa. Mengusung genre historical dark fantasy, novel ini memadukan unsur sejarah dan mitologi Tiongkok dengan cerita peperangan yang brutal dan penuh emosi. Kuang, seorang penulis Tiongkok-Amerika dengan latar belakang akademis yang kuat, menghadirkan narasi yang kaya akan detail, dari sejarah kelam pembantaian Nanjing hingga trauma perang yang berdampak pada generasi berikutnya.
Novel ini berpusat pada Fang Runin (Rin), seorang yatim piatu miskin yang berhasil masuk ke akademi militer elit setelah menempuh ujian nasional dengan usaha keras. Perjalanan Rin dari siswa akademi hingga pejuang yang menyaksikan kehancuran dan kengerian perang terasa sangat emosional. Melalui konflik internalnya, Kuang mengeksplorasi pertanyaan-pertanyaan tentang kekuasaan, pengorbanan, dan dampak trauma. World-building yang diciptakan Kuang sangat kaya dan detail—setiap sudut Nikan terasa hidup, dari struktur politiknya hingga penggambaran sihir yang unik dan gelap.
Karakter Fang Runin adalah salah satu kekuatan utama novel ini. Dari harapan dan ketakutannya, kita bisa melihat perkembangan karakternya yang sangat kompleks. Namun, di tengah dunia yang keras dan penuh kekerasan, ada sosok seperti Chen Kitay, teman dekat Rin, yang menjadi penopang cerita. Kitay, dengan kecerdasannya, selalu menjadi penengah di antara konflik dan membawa stabilitas emosi dalam dinamika kelompok mereka. Meskipun dunia di sekitar mereka hancur, Kitay menawarkan sudut pandang yang lebih damai, membuatnya menjadi “comfort character” di tengah narasi yang penuh gejolak.
Kuang juga berhasil menenun isu-isu sosial dan politik ke dalam ceritanya, termasuk tema kolonialisme dan penindasan. Walaupun alurnya kadang terasa lambat di beberapa bagian, penulisan yang matang dan karakterisasi yang mendalam menutupi kekurangan ini. Semua tragedi, pengorbanan, dan kematian dalam cerita ini terasa nyata dan tidak dipaksakan, menghadirkan akhir yang memuaskan tanpa kesan dipanjang-panjangkan.
Dengan plot yang kaya, world-building yang mendetail, dan karakter yang kuat, trilogi ini membawa pengalaman membaca yang luar biasa. The Poppy War adalah bacaan yang akan terus melekat dalam ingatan saya, membawa refleksi mendalam tentang sejarah, kekerasan, dan bagaimana manusia merespons trauma.
Ambil apa yang kau maui, untuk itu aku akan membencimu. Tapi aku akan mencintaimu selamanya. Aku tidak bisa tidak mencintaimu. Hancurkan aku, hancurkan kita, dan aku akan membiarkanmu.—The Burning God
Tidak ada komentar
Posting Komentar